Izinkan aku menjadikanmu puisi,
tempat diam yang memeluk namamu,
yang hidup dalam bisik kata
dan sembunyi di sela-sela jeda.
Aku ingin menulismu
hingga huruf-huruf letih dan tinta ini kehabisan arti, dengan tangan yang pernah kau genggam yang didalamnya masih menyimpan sejuta mimpi dan memori.
Dalam tulisan, aku tidak akan pernah kehilanganmu.
Dalam sajak, aku menyimpanmu.
Tak ada kehilangan di sana—
hanya pertemuan yang abadi dalam diam, dalam kata, dalam ruang yang tak lagi bernama.
Izinkan aku menjadikanmu puisi, memilikimu dalam tiap bisik sunyi yang kutulis perlahan, agar kau tetap hidup di halaman-halaman yang tak akan pernah usang.