E-Mandiri

Bahkan Aku Kalah Sebelum Memulai

Oleh @Luh Kadek Anisa Ayu Dwiyanti

Hari itu, aula sekolah penuh spanduk “Selamat Hari Kelulusan!” Rauna berdiri di barisan belakang di antara kerumunan, matanya tak lepas dari seseorang di atas panggung. Di sana, Keygan berdiri gagah menerima penghargaan “Lulusan Terbaik” Semua orang bertepuk tangan saat Keygan menerima penghargaan. Bahkan nilai ujian nasionalnya terbaik di angkatan, bahkan sedikit lebih tinggi dari Rauna-si peringkat pertama paralel selama dua tahun terakhir.

Saat Keygan turun dari panggung, Rauna memberanikan diri menghampirinya. “Keygan.” 

Keygan menoleh. Menatap Rauna bingung. “Eh… lo?”

Rauna menggigit bibir. Keygan benar-benar melupakannya “Aku… Rauna.”

“Oh,” balas Keygan datar. Ia menoleh ke arah lain. 

“Selamat ya,” Rauna memaksakan senyum. 

“Makasih” Keygan tersenyum padanya seperti pada orang asing seolah mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya, Keygan lalu berbalik pergi. Ia berlalu meninggalkan Rauna yang terpaku. 

Rauna menatap punggung itu menjauh. Bahkan sebelum dimulai kisah kita sudah berakhir Key. Rauna tersenyum getir.

Beberapa bulan sebelumnya.

Di kamar putih yang sunyi, Rauna duduk menggenggam tangan seseorang yang terbaring dengan perban di kepalanya, wajahnya pucat di bawah cahaya lampu yang redup. Suara monitor detak jantung terdengar pelan, berpadu dengan suara hujan di luar jendela. Suasana yang muram seakan mengerti keadaannya saat ini.

“Keygan bangun, kamu tahu kita belum selesai debat tentang relativitas umum kan?” bisik Rauna, setengah berharap keajaiban terjadi. Di sana, Keygan terbaring lemah dengan mata tertutup,  sudah tiga minggu sejak kecelakaan kemarin Keygan masih belum sadarkan diri dari komanya.

“Keygan…” Suaranya bergetar. “Aku tahu kamu lelah. Aku tahu kepalamu pasti sakit. Kamu boleh lupain semuanya–rumus-rumus itu, debat-debat kita, Tapi tolong... bangunlah.”

Di tengah tangisnya, Rauna kembali mengingat kejadian itu, kejadian saat Keygan kecelakaan yang membuat dia koma. Kilasan ingatan yang berputar di kepalanya membuat dadanya semakin sakit.

 

[Flashback on]

Keygan berlari. “Rauna! Tunggu!” teriaknya, wajahnya bersinar kegirangan. Hujan turun deras, mengaburkan pandangannya. Tapi dia terus berlari–dia harus menyampaikan ini.

Dia diterima di ITB dengan beasiswa. Dan… Dia ingin Rauna ikut bersamanya. Tapi kemudian–

BRAKKK!

Suara rem truk menggema. Rauna yang sedang berjalan di trotoar depan sekolah berbalik, dan–

Dunia seakan melambat. Jantungnya berdegup lebih kencang. Itu… Keygan.

 Sepersekian detik ia mencoba mencerna situasi ini. Dia melihat tubuh Keygan terlempar. Darahnya bercampur dengan air hujan.

“KEYGAN!!!” Rauna melempar asal payungnya dan berlari ke arah Keygan. 

Dan sebelum penglihatannya kabur, bibir Keygan masih bergerak, seperti ingin mengatakan sesuatu–

“Ra... gue–”  belum sempat melanjutkan kalimat, Keygan sudah tak sadarkan diri.

[Flashback off]

Rauna menekan dahinya ke tangan Keygan. “Dasar idiot... kenapa kamu harus buru-buru begitu?” Suaranya pecah. “Aku... aku belum sempat bilang…” Ia takut Keygan akan meninggalkannnya selamanya, ia takut sangat takut. Ada hal-hal yang belum sempat ia sampaikan pada manusia idiot satu ini.

Kata-kata Rauna tersangkut di tenggorokan ketika Keygan tiba-tiba menggerakkan jarinya.

“Keygan?” Rauna menahan napas sembari membersihkan sisa air mata di wajahnya. Dia tidak ingin terlihat sedih.

Lama. Sangat lama. Detik-detik terasa seperti jam. Akhirnya, kelopak mata Keygan berkedut, terbuka perlahan. Matanya penuh kebingungan saat menatap sekeliling ruangan.

Ketika pandangannya jatuh pada Rauna, ia menatap lama, seolah mencari jawaban di wajahnya. “Lo... siapa?” suaranya serak, hampir tak terdengar.

Rauna merasakan dadanya sesak. Jantungnya mencelos. Apa maksudnya? dia benar melupakanku? monolognya. “Aku… Rauna,” jawabnya, berusaha menahan getar di suaranya. “Kita... kita sekelas.”

Keygan mengerutkan dahi, lalu mengerang pelan. Tangannya yang bebas menggapai kepala yang terbungkus perban. “Gue... sakit kepala…” gumamnya lemah sebelum matanya terpejam kembali tidur.

Jadi, benar kata bu Keyna–ibu Keygan–Keygan bisa saja kehilangan ingatannya saat sadar nanti. Ah sial, kenapa rasanya sakit sekali saat Keygan melupakannya? Padahal dulu saat Keygan mengejarnya dan mengganggunya dia sangat risih pada lelaki idiot itu. Apakah ini karmanya? Kenapa? Kenapa disaat dia sudah memiliki perasaan pada Keygan, Keygan malah melupakannya?

Rauna mengusap lembut rambut Keygan, jari-jarinya masih bergetar. Matanya tak lepas dari wajah Keygan yang tenang, nafasnya teratur meski ingatannya hilang. “Dia tidak mengenaliku lagi,” pikirnya, dan kalimat itu terasa seperti pisau yang terus memutar di dadanya. Dan semakin sakit saat Rauna mengingat kembali perkataan ibu Keygan kemarin.

[Flashback on]

Rauna sedang duduk di kursi dekat ruang ICU ketika ibu Keygan tiba-tiba muncul, wajahnya pucat dan mata merah.

“Kau berani datang lagi?” suaranya seperti pisau.

Rauna menegakkan badan. “Bu, aku hanya ingin–”

“Diam!” Tangannya menunjuk Rauna. “Aku tahu semuanya! Polisi sudah menemukan rekaman CCTV. Truk yang menabrak anakku–itu milik ayahmu!”

Rauna membeku. “Apa?” Ia tidak menyangka ini. Ayahnya? Pelakunya?

“Ayahmu mabuk saat mengemudi!” Ibu Keygan menjatuhkan dokumen polisi ke pangkuan Rauna. Foto-foto kecelakaan itu jelas menunjukkan plat truk perusahaan ayahnya. “Dan kau berani berpura-pura peduli?!”

Rauna gemetar. “Aku... tidak tahu–”

“Pergi!” Ibunya menunjuk ke pintu. “Jika kau sayang Keygan, jangan pernah muncul lagi. Dokter bilang memorinya bisa pulih, tapi aku akan pastikan dia tidak ingat apapun tentangmu lagi!”

Di luar, mendung. Rauna menatap Keygan yang tak sadarkan diri melalui jendela ICU, hujan belum turun tetapi air matanya sudah mengalir deras. Perasaan bersalahnua yang tak dapat terbendung lagi. Pertama Keygan kecelakaan saat ingin menemuinya. Kedua, ayahnyalah yang menabrak Keygan hari itu. 

“Maafkan aku,” bisiknya sambil menyentuh kaca yang berkabut.

“Aku akan tetap datang, Key, sampai aku benar-benar yakin apakah kau benar-benar bisa melupakanku atau tidak”

[Flashback off]

Dia menatap monitor jantung, setiap bunyinya mengingatkannya pada semua debat sengit mereka, semua pertengkaran kecil karena perbedaan pendapat, semua tatapan penuh kehangatan, semua kata-kata yang dulu dia anggap mengganggu hingga akhirnya membuatnya luluh. Ah sekarang dia sangat merindukan momen-momen itu.

“Aku…” Suaranya tercekat.

Dia ingin berkata, “Aku akan menunggumu sampai kau mengingatku lagi.” Tapi lidahnya membeku.

Dia ingin berteriak, “Kamu harus mengingatku!” Tapi dadanya sesak.

Ini semua karena aku… Seandainya kita tidak pernah saling kenal apakah dia akan baik-baik saja sekarang? Aku ingin dia mengingatku. Tapi… tapi bagaimana jika dia tak pernah ingat?

Rauna menarik napas dalam. “Aku…” Suaranya makin bergetar. Tapi tak ada kelanjutan. Ia tak membiarkan air matanya jatuh setetes pun, karena ia tahu, saat air matanya jatuh ia takkan bisa melanjutkan kata-katanya.

Dia menarik tangannya dari rambut Keygan perlahan, seperti melepas sesuatu yang tak pernah benar-benar dia miliki. “Maaf,” bisiknya, “aku tidak cukup berani untuk berharap.” Trauma-trauma di masa lalunya membuat Rauna tidak berani berharap. Harapan hanya akan membuatnya kecewa berkali-kali.

“Aku tidak akan memaksamu mengingatku” Suaranya pecah, tapi tegas. “Jika ini yang terbaik untukmu… aku akan pergi.”

Dia berdiri, kursi berderit pelan. Tubuhnya terasa berat, tapi dia tidak menoleh lagi. “Ini untukmu, Keygan. Aku tidak akan menjadi beban dalam hidupmu yang baru.” 

Rasanya tidak rela melepaskan satu-satunya orang yang dekat dengannya. Rauna si gadis jenius yang tak pandai berkomunikasi, sejauh ini hanya Keygan, hanya Keygan yang selalu berkomunikasi dengannya. Duniaku nanti akan terlalu sunyi tanpamu, Key

Sebelum benar-benar pergi, Rauna meletakkan sesuatu di meja samping tempat tidur–buku catatan kecil berisi semua rumus dan teori yang pernah mereka debatkan tak lupa ia selipkan fotonya dan Keygan yang dipotret tanpa sengaja saat mereka berdebat di kelas–sungguh ini lucu sekali, dengan tulisan di halaman terakhir catatannya.

Jika suatu hari kau membaca ini… ketahuilah bahwa aku pernah ada. Meski kau lupa, aku akan selalu ingat, Key.

Tanpa kata-kata lagi, dia melangkah keluar, meninggalkan ruangan itu dan mungkin dia tidak akan punya kesempatan lagi untuk membalas perasaan Keygan. 

Di ambang pintu, Rauna menoleh untuk terakhir kalinya. “Selamat tinggal, juara”

Aku meninggalkan ruangan itu dengan dua hal: buku catatan berisi semua kenangan kita, dan hatiku yang kutinggal bersamamu.

 

Tiga bulan setelah kecelakaan.

Keygan akhirnya kembali ke sekolah–tubuhnya sudah pulih, tapi ingatannya masih seperti buku yang halamannya terlepas. Meski begitu, dia masih bisa mengingat semua materi pelajaran bahkan kekeuh mengikuti kuis fisika kemarin sebelum akhirnya diizinkan dokter kembali beraktivitas seperti biasa. Kerumunan teman-teman kelasnya langsung mengerubunginya.

“Key! Udah sembuh?”

“Lo masih inget gue nggak? Satu tambah minus satu berapa?”

“Nol. Ck gue bahkan masih inget kalkulus” Sementara di sisi lain Rauna sedikit kesal mendengarnya. Keygan sialan. Bahkan seorang Rauna kalah dengan materi kalkulus? 

“Aneh emang. Dia pas kuis fisika aja nilainya paling gede. Hebat sih lo Key bisa ngalahin Rauna!” Temannya bertepuk tangan bangga.

Keygan hanya tertawa ringan. “Rauna?... kaya familiar namanya.”

“Lah, kalian temen deket dulu gimana sih.”

“Kemana-mana berdua terus. Udah kaya orang pacaran aja.”

“Masa sih” Keygan menggaruk kepalanya yang tak gatal, melirik sekilas gadis yang disebut namanya. Ia sedikit tidak percaya jika dulu dia bisa berteman dekat dengan gadis yang terlihat dingin itu. Ia tebak, orang seperti Rauna jika diajak berkenalan pasti dia akan mengatakan seperti ini “Aku tidak butuh teman!” Keygan geleng-geleng heran saat membayangkan bagaimana dirinya yang dulu bisa berteman dekat dengan Rauna.

Sedangkan di sudut ruangan, Rauna memilih untuk menatap keluar jendela. Ini lebih menyakitkan daripada jika dia membenciku, pikirnya. Sesaat kemudian air matanya mengalir saat mengingat momen perkenalan mereka. 

[Flashback on]

Rauna mengernyit melihat lelaki dengan senyum aneh itu menyenggolnya.

“Keygan. Juara 1 OSN Fisika Tingkat Nasional,” dia memperkenalkan diri dengan embel-embel juara dibelakangnya. Sepertinya orang seperti Rauna hanya akan mau berteman dengan orang yang pintar saja, pikirnya.

Rauna membalik badan. “Rauna. Aku tidak butuh teman.” Ok, dugaannya salah. Rauna memang tidak mau berteman dengan semua makhluk hidup di bumi ini. Tapi dia tak akan menyerah.

Tapi Keygan tetap tersenyum. “Nanti juga lo butuh.” Dia akui dia tertarik dengan gadis robot satu ini. 

[Flashback off]

Jam istirahat. 

Rauna berjalan keluar kelas. Sudah lama sekali sejak Keygan kecelakaan dia tidak pernah keluar kelas saat jam istirahat tiba. Lagu ‘Semua Tentangmu’ karya Vierra otomatis mengalun tanpa diperintah. Sesekali ia tersenyum melihat tempat-tempat yang penuh kenangan dengan Keygan. Rasanya seperti masih ada Keygan yang dulu di sana. 

 

[Di perpustakaan]

Rauna sedang membaca buku

“Persamaan di halaman 132 itu keliru” bisik Keygan tiba-tiba.

Rauna tersentak kaget, bagaimana tidak. Lelaki idiot satu ini muncul tiba-tiba “Kamu pikir aku tidak tahu?” Rauna menatapnya tajam, bibirnya menyungging sarkas. “Aku sengaja biarin salah itu ada biar aku tahu siapa yang cukup low entropy buat menyadarinya."

“Nah, itu sebabnya gue suka. Cuma lo yang bisa ngatain orang pake Hukum Termodinamika Kedua.”

Rauna memicingkan mata. “Kalau kamu terus mengganggu, aku akan memperlakukanmu seperti elektron se-orbital. No two identical fermions in the same quantum state, paham?”

Keygan mengangkat tangan, tapi matanya berbinar. “Spin-gue selalu kebalik dari spin-lo, Ra. Itu kenapa kita perfect pair.” Rauna memutar bola matanya malas. Sial, dia tidak memikirkan itu.

 

[Di Ruangan kelas]

“Rauna! Ujianmu sempurna lagi!” puji Bu Guru.

Rauna mengangguk singkat. Tangannya terus menulis, menyelesaikan tiga soal sekaligus di papan tulis.

Di sudut kelas, Keygan tersenyum kagum. “Dia keren ya,” bisiknya pada teman sebelah.

“Iya, lebih mirip AI berjalan”

Rauna mendengar. Pena di tangannya berhenti sesaat sebelum dia jatuh tak sadarkan diri tiba-tiba. Ah sial, gara-gara begadang lagi.

“Astaga, Rauna”

“Raaa.. lo kenapa? bu, saya izin ajak dia ke UKS ya bu” 

Keygan menggendong Rauna kemudian berlari ke UKS. Rauna terkesiap saat merasa tubuhnya melayang. Rauna yang tidak sepenuhnya tak sadarkan diri menahan malu karena terdengar teriakan histeris dari murid lain yang melihat Keygan menggendongnya. Intensitas suara mereka terlalu tinggi untuk pura-pura tidak didengar.  Rauna melirik keygan sekilas, dan dia terlihat… oh ayolah apakah Rauna harus mengakuinya? dia terlihat sedikit… tampan.

 

[Di Depan Kelas] 

Saat pulang, Keygan tiba-tiba menarik tangannya.

“Ra... gue suka sama lo.”

Rauna tertawa dingin. “Kamu cuma terpesona dengan peringkatku.”

“Nggak Ra lo beda”

“Kalimat template. Kamu pintar aku juga pintar. Positif ketemu positif bakal tolak-menolak” 

“Nggak. Lo dingin dan gue ramah, negatif ketemu positif bakal saling tarik-menarik” 

“Ck Terserah. Yang pasti aku nggak suka sama kamu” Rauna berlalu meninggalkan Keygan. Sedangkan yang ditinggalkan hanya tersenyum dan …

“Damn, gue makin tergila-gila setiap ditolak”

Begitu terus hingga Keygan tak bosan-bosannya menanyakan setiap hari apakah Rauna sudah menyukainya, apakah Rauna nyaman dengannya, apakah Rauna mau pacaran dengannya.

 

[Di koridor]

“Woy ratu robot” Keygan berlari ke arah Rauna dengan senyum sumringah

“Jam 7:05:30. Kau terlambat 30 detik menggodaku hari ini.” Rauna tetap berjalan sambil membaca buku ke arah kelas tanpa menghiraukan lelaki idiot itu. sebenarnya dia tidak idiot sih hanya saja Rauna tidak punya panggilan lebih buruk lagi untuk lelaki di sampingnya itu.

“Cie hafal banget Ra. Naksir ya” Keygan tersenyum jahil dan mengedipkan sebelah matanya.

Rauna memutar bola matanya malas. “Ck. Aku gaya gesek dan kamu gaya penggerak. Pinter Fisika kan?” 

“Gaya gesekan pada benda yang bergerak selalu berlawanan arah dengan arah gaya penggerak dari benda tersebut.” Keygan hanya tersenyum sumringah saat Rauna kembali menolaknya dengan teori Fisika.

“Kapan ya dia jadi cewe gue?” Ia tersenyum penuh arti kemudian menuliskan sesuatu di buku catatannya.

[Di halaman belakang sekolah]

Keygan memergoki Rauna menangis. Kenapa hatinya sakit melihat gadisnya menangis? rasanya dia ingin melindungi ratu robot ini agar tidak ada orang yang berani mengusiknya selamanya.

“Ssstt. Jangan bilang siapa-siapa,” desis Rauna. Kenapa makhluk satu ini selalu muncul tiba-tiba di hadapannya dan selalu mengagetkannya.

“Gue juga sering nangis,” bales Keygan sambil mengeluarkan sapu tangan. “Nih, kalo lo nggak keberatan lo bisa bagi masalah lo ke gue”

Hening, tak ada balasan dari Rauna

“Gue tau lo nggak mau ditanya.” Keygan duduk di sampingnya, mengeluarkan minuman dari tasnya. “Jadi minum aja dulu. Besok gue kasih soal yang lebih susah lagi biar lo bisa nangis beneran.” 

Rauna mengangkat kepala. “Aku nggak nangis tadi,” sanggahnya, suara serak. Bodoh, sudah jelas tadi dia mengeluarkan air mata di depan Keygan.

Keygan menyeringai. “Iya iya. Terus kenapa suara lo kayak habis nyanyi lagu dangdut semaleman?”

Rauna ingin marah, tapi akhirnya mengambil minuman itu. “Dasar nyebelin,” Rauna tersenyum. Ada rasa hangat yang menyelimuti hati Rauna saat ini. Entahlah dia tidak tahu apa itu.

“Ra..”

“Apa?”

“Lo cantik kalo lagi senyum” mata mereka bertaut, saling menatap dalam diam seolah sedang mentransfer sesuatu dalam diri mereka. 

Oh God, sejak kapan Keygan setampan ini?

Keygan memecah keheningan “Air mata itu kayak reaksi Newton 3—nggak akan jatuh kalau nggak ada aksi yang bikin hatimu sedih. Kalau lo lagi pengen didegerin gue akan dengerin lo sampe lo cape ngomong. Kalau lo lagi butuh sandaran, bahu gue selalu siap sampe pegel”

Rauna kembali tersenyum. Kali ini lebih hangat “Makasih, Key”

 

[Di ruangan kelas dalam waktu yang berbeda]

“Gue nggak setuju dengan solusi lo di soal nomor 7,”

“Alasannya?”

Keygan menjelaskan dengan lebih simpel dan mudah dimengerti

“Ini cara yang lebih simpel”

“Kamu... terlalu sering mengoreksiku,” bisik Rauna.

“Karena gue satu-satunya yang berani,” jawab Keygan, mata mereka bertaut. Jika dipikir-pikir, iya juga. Kenapa Keygan seperti memiliki sesuatu dalam dirinya? Entahlah. Ada sesuatu dalam diri Rauna menerima keberadaan Keygan. Mungkin… Hatinya?

Malam itu, Rauna menemukan catatan di tasnya:

“Gue tahu lo kesepian. Tapi lo nggak sendiri lagi sekarang. -K”

 

Kembali ke masa kini

Rauna sudah kembali masuk kelas sedari tadi saat sudah jam masuk. Guru menjelaskan materi namun pikirannya menerawang jauh pada kenangannya bersama Keygan. Ia akui ia menyesal karena tidak sempat membalas perasaan Keygan dulu. Apakah ini yang dirasakan Keygan dulu? Kembali dirinya merasa bersalah mengingat betapa tulusnya Keygan menyukainya, tetapi sampai akhir pun Rauna tidak membalasnya bahkan kondisi keygan sekarang ini juga karena dirinya.

Kadang yang paling kita ingat bukan yang ngebuat kita bahagia, tapi yang paling sakit buat dilupain. Momen-momen kita nggak akan pernah aku lupain, Key.

 

Tiba di hari kelulusan

Keygan masih belum mengingat Rauna. Di sana Keygan mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik di angkatan. 

Di ruang yang kelas kosong setelah upacara kelulusan. 

Tepat setelah mengucapkan selamat pada Keygan tadi. Diam-diam Rauna mulai membaca buku catatan Keygan yang tak sempat ia buka sedari dulu dan catatannya kembali membuatnya menangis.

Halaman demi halaman dipenuhi coretan tangan Keygan:

 

“Rauna hari ini marah karena gue ngerjain soal lebih cepat. Lucu banget!”

 

“Rauna nangis di taman belakang. Gue mau nolong tapi dia pasti malu. Ah bodo amat gue tolong aja, kasian”

 

“Besok gue mau kasih bunga. Mungkin dia bakal lempar ke gue, tapi gue coba aja.”

“Hal-hal Tentang Rauna: 

 

Air matanya jatuh. “Dan sekarang... aku menangis karena kamu, Key”

Di halaman terakhir, tulisan Keygan yang membuat nafasnya tercekat:
“Kalau suatu hari gue hilang ingatan, tolong ingatkan gue tentang Rauna. Gue mau jatuh cinta sama dia lagi dari awal.” 

 

Bohong. Kamu brengsek Key.

Rauna berdiri di depan jendela, memandang kerumunan siswa yang sedang berfoto dengan keluarga mereka. Di tengah keramaian, Keygan tersenyum lebar, dipeluk oleh ibunya yang sesekali melirik ke arah Rauna dengan tatapan peringatan.

Dia menarik napas dalam, lalu membuka buku catatan Keygan yang ditemukannya tadi. Di halaman terakhir, di bawah tulisan “Aku mencintaimu Key, Sangat.”, Rauna menambahkan dengan pena gemetar:

“Aku juga mencintaimu. Tapi terkadang mencintai berarti melepaskan.”

Dia meletakkan buku itu di meja Keygan, bersama secarik kertas hasil tes terakhirnya—nilai sempurna yang sengaja dikosongkan satu soal.

Di Lorong Sekolah

Keygan tiba-tiba berhenti, tangan menyentuh dadanya seperti ada yang mengganjal. Matanya tertarik pada buku di mejanya.

“Apa ini?”

Saat membuka halaman terakhir, jantungnya berdebar aneh. “Ra...una?” gumamnya, jemari menyentuh tulisan itu. Sesuatu berdenyut sakit di kepalanya—bayangan samar gadis dengan tatapan dingin dan senyum langka yang hanya muncul untuknya.

“Kamu kenal dia?” tanya ibunya gusar.

Keygan mengusap pelipisnya. “Aku... tidak ingat. Tapi…”

Dia memungut kertas ujian yang sengaja tidak diisi Rauna. Soal terakhir itu adalah pertanyaan yang pernah mereka debatkan berjam-jam dulu:

“Hitunglah gaya tarik antara dua massa yang terpisah jarak, jika salah satunya adalah hatimu.”

Keygan tersenyak. Ini...

Di kejauhan, Rauna menyaksikan dari balik pintu gerbang. Air matanya jatuh saat melihat Keygan memegang kepala seperti sedang berjuang mengingat.

“Sudah cukup,” bisiknya. “kau tidak akan mampu mengingatku, itu hanya akan membuatku semakin sakit Key”

Dia berbalik, menghilang di balik kerumunan—persis seperti nama yang terhapus dari ingatan Keygan.

 

Tiga tahun kemudian.

Keygan menemukan buku catatan lama saat packing untuk pindah. Selembar foto jatuh—gambar dirinya dan Rauna di perpustakaan, dengan tulisan di belakang:

“Kita mungkin tidak pernah sempurna, tapi kau adalah jawaban dari semua soal yang tak kutemukan penyelesaiannya.”

Di kota lain, Rauna menerima paket berisi medal olimpiade fisika internasional. Tanpa pengirim, hanya stiker kecil bergambar rumus gaya gravitasi yang coretannya mirip gaya tangan… tunggu, ini gaya tangannya… Keygan.

UKM Jurnalistik @2022, All Right Reserved